Hai apa kabar sobat pengunjung semuanya? Semoga tetap dalam kondisi terbaik, sehat badan, sehat kantong, dan lain-lain. Semoga tidak sama keadaannya denganku saat ini, lagi galau nih bro, pengen curhat, tapi ke siapa? Yaudah deh nge-blog aja, semoga galau-nya bisa sedikit terobati.
Sebenarnya ini bukan aktivitas nge-blog, cuma berbagi aja konten dari web official-nya Pak Cipto Junaedy, semoga ada manfaatnya untuk semua yang menemukan artikel ini. Dan untuk lebih jelasnya, Anda bisa ke sumbernya langsung ya, nanti saya sertakan di ujung postingan.
Seperti yang sempat saya singgung sedikit diatas, kali ini saya akan berbagi konten dari Pak Cipto Junaedy, yaitu tentang Tiga Pantangan dalam berbisnis properti yang sebaiknya tidak Anda lakukan.
Berikut adalah 3 Pantangan yang sebaiknya Anda hindari dalam berbisnis properti menurut Pak Cipto Junaedy.
Anda hanya siap menang, tetapi tidak siap kalah. Bisnis bisa naik? Bisa,kan? Tapi, bisa turun juga,nggak? Jelas bisa. Nah, sewaktu turun, apakah bisa untuk membayar angsuran properti?
Bisnis, meskipun dijalankan oleh pegawai, risikonya tetap ada di tangan kita sebagai pemilik. Banyak orang sudah merasa gagah karena bisnisnya sudah dijalankan oleh pegawainya sehingga hasilnya dipakai untuk membayar properti. Ini keliru besar karena Anda bisa terkena dua resiko, yaitu pasar menurun dan atau ditipu oleh pegawai.
Itu sebabnya kita perlu dan harus MENGUNCI RISIKO. Dan inilah yang sering dilupakan orang karena terjebak dalam dikotomi antaraactive income dan pasive income yang diajarkan oleh Robert T. Kiyosaki. Dalam diktomi tersebut, Kiyosaki mengajak orang untuk berpindah dari kuadran kiri, yaitu active income sebagai E (employe/pegawai) dan S (self-employe/orang yang bekerja sendiri, seperti artis, pengacara, pemilik toko yang menjalankan usaha sendiri), ke kuadran kanan, yaitu passive income sebagai B (business owner) dan I (investor).
Masalahnya, orang kemudian hanya terpaku pada dikotomi kiri-kanan atau aktif-pasif dan terlalu terkesima pada yang sebelah kanan. Padahal, ada satu hal mendasar yang seharusnya dicermati lebih dulu sebelum mengarahkan perhatian pada dikotomi tersebut yaitu RISIKO.
Kita harus melihat apakah risiko itu merupakan OPEN RISK ataukah LOCKED RISK. Nah, berkaitan dengan pantangan membayar properti dari hasil bisnis, saya akan menjelaskan kedua kondisi risiko tersebut dengan contoh empat orang yang membuka usaha di tepi jalan strategis yang sama. Sekarang mari kita lihat satu per satu dan sebut saja masing-masing bernama A,B,C,D :
D adalah orang bodoh nomor 4 (kategori income: active income; kategori risiko : open risk)
C adalah orang bodoh nomor 3 (kategori income: passive income; kategori risiko : open risk)
B adalah orang cerdas nomor 2 (kategori income: active income; kategori risiko : locked risk)
A adalah orang cerdas nomor 1 (kategori income: passive income; kategori risiko: locked risk)
Dengan hitung-hitungan yang sejelas ini pun, masih banyak orang yang salah berpikir bahwa angsuran dapat dibayar dari hasil menyewakan properti kepada orang asing. Oleh karena itu, kita banyak membaca iklan baris di surat kabar dengan tajuk “RENT FOR FOREIGNER”.
Kalaupun ada orang asing yang mau menyewa dengan harga tinggi, itu pun belum cukup. Apalagi, bila telah berkenalan dengan orang di Indoesia, orang asing itu akan tahu bahwa harga sewanya kemahalan. Jadi,kesimpulannya, mengandalkan hasil sewa properti saja untuk membayar properti Anda tidaklah memadai. Anda belum mengunci risiko sepenuhnya.
“Lalu, bagaimana dengan BTS dan bisnis burung walet, pak?” ini juga tidak bisa mengunci risiko Anda karena penyewa BTS relatif sedikit, sedangkan yang menawarkan lokasi sewa banyak sehingga posisi tawar Anda lemah. Sedangkan jika bisnis burung walet Anda andalkan untuk membayar properti, ceritanya saja yang indah, tetapi risikonya tidak bisa Anda jamin terkunci sepenuhnya. Apalagi, saat ini telah ditemukan banyak alat pemanggil sehingga burung walet yang berada di properti Anda bisa berpindah ke tempat lain sebelum memberikan hasil kepada Anda.
Sekarang, Anda sudah paham mengapa saya perlu menyampaikan tiga pantangan di atas, bukan? Inti dari penjelasan di atas adalah bahwa Anda harus selalu MENGUNCI RISIKO dalam membeli properti. Hal ini akan semakin jelas dalam berbagai strategi yang akan saya uraikan dalam bab berikut ini.
Apakah Anda sudah siap untuk mempelajari ini? Ayo kita pelajari pada Artikel-artikel berikutnya. jika tidak sabar, silahkan Anda beli buku-buka karya Bp. Cipto Junaedy dan Anda akan bisa mempelajari strategi-strateginya agar dapat membeli banyak rumah TANPA UANG, TANPA UTANG, dan TANPA KPR. Anda juga bisa mendownload versi Ebook di Cipto Junaedy Ebook Download.
Anda bisa membaca dan mempelajari artikel ini di official web Bp. Cipto Junaedy di www.ciptojunaedyguru.com.
Terimakasih atas kunjungan Anda di blog Go Bisnis Online. Nantikan postingan kami berikutnya dengan berbagai topik menarik lainnya.
Sebenarnya ini bukan aktivitas nge-blog, cuma berbagi aja konten dari web official-nya Pak Cipto Junaedy, semoga ada manfaatnya untuk semua yang menemukan artikel ini. Dan untuk lebih jelasnya, Anda bisa ke sumbernya langsung ya, nanti saya sertakan di ujung postingan.
Seperti yang sempat saya singgung sedikit diatas, kali ini saya akan berbagi konten dari Pak Cipto Junaedy, yaitu tentang Tiga Pantangan dalam berbisnis properti yang sebaiknya tidak Anda lakukan.
Berikut adalah 3 Pantangan yang sebaiknya Anda hindari dalam berbisnis properti menurut Pak Cipto Junaedy.
1. JANGAN MEMBAYAR PROPERTI DARI HASIL BISNIS ATAU GAJI
Apakah Anda saat ini membayar properti dari hasil bisnis atau gaji? Ini salah!. Saya tidak melarang Anda berbisnis. Yang pantang Anda lakukan adalah membayar properti dari hasil bisnis. Alasannya, jika Anda melakukan hal iniAnda hanya siap menang, tetapi tidak siap kalah. Bisnis bisa naik? Bisa,kan? Tapi, bisa turun juga,nggak? Jelas bisa. Nah, sewaktu turun, apakah bisa untuk membayar angsuran properti?
Bisnis, meskipun dijalankan oleh pegawai, risikonya tetap ada di tangan kita sebagai pemilik. Banyak orang sudah merasa gagah karena bisnisnya sudah dijalankan oleh pegawainya sehingga hasilnya dipakai untuk membayar properti. Ini keliru besar karena Anda bisa terkena dua resiko, yaitu pasar menurun dan atau ditipu oleh pegawai.
Itu sebabnya kita perlu dan harus MENGUNCI RISIKO. Dan inilah yang sering dilupakan orang karena terjebak dalam dikotomi antaraactive income dan pasive income yang diajarkan oleh Robert T. Kiyosaki. Dalam diktomi tersebut, Kiyosaki mengajak orang untuk berpindah dari kuadran kiri, yaitu active income sebagai E (employe/pegawai) dan S (self-employe/orang yang bekerja sendiri, seperti artis, pengacara, pemilik toko yang menjalankan usaha sendiri), ke kuadran kanan, yaitu passive income sebagai B (business owner) dan I (investor).
Masalahnya, orang kemudian hanya terpaku pada dikotomi kiri-kanan atau aktif-pasif dan terlalu terkesima pada yang sebelah kanan. Padahal, ada satu hal mendasar yang seharusnya dicermati lebih dulu sebelum mengarahkan perhatian pada dikotomi tersebut yaitu RISIKO.
Kita harus melihat apakah risiko itu merupakan OPEN RISK ataukah LOCKED RISK. Nah, berkaitan dengan pantangan membayar properti dari hasil bisnis, saya akan menjelaskan kedua kondisi risiko tersebut dengan contoh empat orang yang membuka usaha di tepi jalan strategis yang sama. Sekarang mari kita lihat satu per satu dan sebut saja masing-masing bernama A,B,C,D :
D adalah orang bodoh nomor 4 (kategori income: active income; kategori risiko : open risk)
C adalah orang bodoh nomor 3 (kategori income: passive income; kategori risiko : open risk)
B adalah orang cerdas nomor 2 (kategori income: active income; kategori risiko : locked risk)
A adalah orang cerdas nomor 1 (kategori income: passive income; kategori risiko: locked risk)
2. JANGAN MEMBAYAR PROPERTI DARI HASIL SEWA SAJA
“Lho, kenapa tidak boleh, pak? Itu kan menguntungkan”. Saya tidak melarang Anda menyewakan properti Anda. Yang pantang untuk dilakukan adalah menjadikan uang sewa sebagai satu-satunya sumber pembayaran properti Anda. Sebab, hasilnya tidak cukup. Anda jangan terjebak dengan cara berpikir mereka yang tinggal di Amerika. Di negeri Paman Sam itu, nilai sewa properti lebih besar dari pada tingkat suku bunga KPR. Sedangkan di Indonesia, sebaliknya. Suku bunga KPR di Indonesia berkisar 12-14 persen per tahun. Ditambah dengan angsuran pokoknya, Anda harus menyicil 15-17 persen per tahun. Sementara itu, persentase nilai sewa berkisar 3-5 persen dari nilai properti untuk properti residensial atau 5-7 persen untuk properti komersial. Jadi, hasil sewa sekecil itu tidak mungkin mematahkan angsuran 17 persen per tahun, bukan ?Dengan hitung-hitungan yang sejelas ini pun, masih banyak orang yang salah berpikir bahwa angsuran dapat dibayar dari hasil menyewakan properti kepada orang asing. Oleh karena itu, kita banyak membaca iklan baris di surat kabar dengan tajuk “RENT FOR FOREIGNER”.
Kalaupun ada orang asing yang mau menyewa dengan harga tinggi, itu pun belum cukup. Apalagi, bila telah berkenalan dengan orang di Indoesia, orang asing itu akan tahu bahwa harga sewanya kemahalan. Jadi,kesimpulannya, mengandalkan hasil sewa properti saja untuk membayar properti Anda tidaklah memadai. Anda belum mengunci risiko sepenuhnya.
3. JANGAN MEMBAYAR PROPERTI DARI HASIL KOS, WARNET, WARTEL, TEMPAT UNTUK BTS (BASE TRANSCEIVER STATION), SARANG BURUNG WALET, DAN BISNIS YANG DIANGGAP SEBAGAI SUMBER PASSIVE INCOME SEJENISNYA
Semua bisnis yang disebutkan di atas memang merupakan sumber passive income, tetapi tetap menjadi pantangan untuk membayar properti. Sebab, tidak mengunci risiko. Jika pantangan ini Anda langgar, itu berarti Anda lagi-lagi hanya siap menang, tetapi tidak siap kalah. Misalnya, rumah kos tidak bisa kita pastikan seluruh atau sebagian besar kamarnya terisi sepanjang tahun. Bisnis warnet dan wartel pun setali tiga uang.“Lalu, bagaimana dengan BTS dan bisnis burung walet, pak?” ini juga tidak bisa mengunci risiko Anda karena penyewa BTS relatif sedikit, sedangkan yang menawarkan lokasi sewa banyak sehingga posisi tawar Anda lemah. Sedangkan jika bisnis burung walet Anda andalkan untuk membayar properti, ceritanya saja yang indah, tetapi risikonya tidak bisa Anda jamin terkunci sepenuhnya. Apalagi, saat ini telah ditemukan banyak alat pemanggil sehingga burung walet yang berada di properti Anda bisa berpindah ke tempat lain sebelum memberikan hasil kepada Anda.
Sekarang, Anda sudah paham mengapa saya perlu menyampaikan tiga pantangan di atas, bukan? Inti dari penjelasan di atas adalah bahwa Anda harus selalu MENGUNCI RISIKO dalam membeli properti. Hal ini akan semakin jelas dalam berbagai strategi yang akan saya uraikan dalam bab berikut ini.
Apakah Anda sudah siap untuk mempelajari ini? Ayo kita pelajari pada Artikel-artikel berikutnya. jika tidak sabar, silahkan Anda beli buku-buka karya Bp. Cipto Junaedy dan Anda akan bisa mempelajari strategi-strateginya agar dapat membeli banyak rumah TANPA UANG, TANPA UTANG, dan TANPA KPR. Anda juga bisa mendownload versi Ebook di Cipto Junaedy Ebook Download.
Anda bisa membaca dan mempelajari artikel ini di official web Bp. Cipto Junaedy di www.ciptojunaedyguru.com.
Terimakasih atas kunjungan Anda di blog Go Bisnis Online. Nantikan postingan kami berikutnya dengan berbagai topik menarik lainnya.
pakarnya bisnis.
BalasHapus